This blog is in celebration of Asian American and Pacific Islander Heritage Month. Read this blog in English. Tersedia dalam Bahasa Inggris.
Cindy Angela adalah Rekan Komunikasi Digital untuk Konferensi Mennonite Mosaik. Dia berasal dari Surabaya, Indonesia. Saat ini dia tinggal di Philadelphia, PA dengan suaminya, Andy, dan mereka berdua berjemaat di Philadelphia Praise Center. Saat ini Cindy sedang mengejar gelar S2-nya dalam Kepemimpinan Transformatif di Eastern Mennonite University.
_______________________
Saat saya pertama kali pindah dari kota Surabaya ke kota Philadelphia, saya sempai cemas kalau saya akan kehilangan ke-Indonesiaan saya. Namun, saya cukup terkejut untuk menemukan kekayaan komunitas Indonesia di Philadelphia. Saya tidak pernah pusing untuk mencari bahan masakan Indonesia, restoran Indonesia, bahkan gereja berbahasa Indonesia.
Saya selalu tahu bahwa saya ingin menjadi bagian dari sebuah komunitas, dan saya mencari sebuah gereja untuk bertumbuh dan berkembang. Philadelphia Praise Center (PPC) adalah gereja pertama yang saya hadiri ketika saya pertama kali ada di Philadelphia, dan saya sudah menetap di gereja ini selama hampir satu decade. Melalui gereja ini, saya diperkenalkan akan menjadi seorang Mennonite dan dengan nilai-nilai anabaptisme. Saya dibaptis di ruang bawah tanah gereja di tahun 2016.
PPC adalah salah satu dari beberapa gereja Indonesia yang menjadi bagian dari Konferensi Mosaik (dulunya Konferensi Franconia sebelum mereka bergabung dengan Konferensi Timur di tahun 2020). Selain PPC, ada 2 gereja Indonesia lain di Philadelphia Selatan, serta beberapa gereja lain di negara bagian New York dan California. Hanya setelah saya bekerja untuk Konferensi Mosaik-lah baru saya sadar bahwa ternyata banyak juga orang Mennonite di Indonesia, dan saya bersukacita saat mendengar pertemuan raya tahun 2022 Mennonite World Conference akan diadakan di kota Semarang, Indonesia.
Walaupun saya telah diubahkan dan mengalami transformasi setelah keputusan saya untuk mengikut Kristus, saya tidak pernah merasa bahwa saya harus menanggalkan kebudayaan Indonesia saya untuk membuat identitas baru. Namun, saya merasa diundang dan diterima untuk membawa sejarah saya, latar belakang saya dan budaya saya untuk turut serta dalam perjalanan saya dengan Kristus. Dan sekarang, saya ingin membagikan beberapa hal yang saya hargai tentang kebudayaan Indonesia yang masih saya bawa setiap hari.
Bhinekka Tunggal Ika
Motto Indonesia adalah Bhinekka Tunggal Ika. Artinya adalah “berbeda-beda namun satu jua” dalam Bahasa Kawi.
Orang yang kurang familier dengan kebudayaan Indonesia selalu terkejut saat mereka mendengar bahwa: “Saya dan suami saya berasal dari Indonesia, tapi saya bisa berbicara dengan Bahasa yang sangat berbeda dari dia, bahkan dia tidak akan mengerti ucapan saya.”
Walaupun Bahasa Indonesia adalah bahasa nasional Indonesia, masih ada lebih dari 300 bahasa daerah di Indonesia. Saya lahir dan dibesarkan di Surabaya, Jawa Timur, artinya saya juga bisa berbahasa Jawa. Banyak orang Indonesia yang bisa berbicara fasih dalam dua atau lebih bahasa.
Lebih dari bahasa, kita bisa melihat betapa beraneka ragamnya Indonesia terefleksikan dari makanan, kebiasaan, tradisi dan bahkan dari seni batik dari daerah-daerah berbeda. Perbedaan-perbedaan ini dilihat menjadi sebuah keindahan. Perbedaan inilah yang mempersatukan kita. Saya diingatkan oleh firman Tuhan dari Roma yang berbicara tentang hal ini:
“Sebab sama seperti pada satu tubuh kita mempunyai banyak anggota, tetapi tidak semua anggota itu mempunyai tugas yang sama, demikian juga kita, walaupun banyak, adalah satu tubuh di dalam Kristus; tetapi kita masing-masing adalah anggota yang seorang terhadap yang lain.” (Roma 12:4-5, TB)
Gotong Royong
Indonesia memiliki kebudayaan yang sangat komunal. Dimulai dari bagaimana kita mengambil keputusan, sampai bagaimana kita melakukan sesuatu. Dalam Bahasa Indonesia, adalah sebuah istilah yang sering dipakai yaitu gotong royong. Kata gotong artinya adalah “untuk membawa” sementara royong artinya “bersama / dengan orang banyak”.
“Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus.” (Galatia 6:2, TB)
Gotong royong mengajarkan saya bahwa kita butuh satu sama lain untuk hidup, dan saya pikir bergotong royong bisa menjadi salah satu cara mejuwudkan kasih Kristus kepada orang-orang disekitar kita.
Buah Tangan
Sejak saya masih kecil, Mama saya selalu mengingatkan saya: “jangan datang dengan tangan kosong.” Ada kebudayaan di Indonesia untuk selalu membawakan oleh-oleh atau buah tangan saat kita mengunjungi seseorang.
Itu bisa menjadi magnet kulkas, atau itu bisa dalam bentuk makanan. Oleh-oleh / buah tangan menunjukkan bahwa kita ingat dengan seseorang, dan kita ingin membagikan pengalaman kita kepada mereka.
Seperti buah Roh, kita bisa menanamkan kasih, sukacita, damai dan kebaikan kepada orang lain melalui “buah” tangan kita.
Hal-hal ini telah menjadi bagian dari budaya Indonesia sejak dahulu kala, dan saya bersyukur bahwa saya diberikan kesempatan untuk membagikan kepingan-kepingan dari kampung halaman saya kepada Anda semua. Bukanlah sebuah kebetulah bahwa Tuhan menciptakan dunia ini untuk ditenun sebegitu rupa dengan beragamnya budaya dan bahasa, dan saya menantikan bagaimana Tuhan akan terus bekerja untuk mentransformasi dan menyatukan kita semua melalui perbedaan kita.
The views and opinions expressed in this blog belong to the author and are not intended to represent the views of the MC USA Executive Board or staff.